Manuskrip Dua Puluh
Telah ku lewati tahun kedua puluh ini beberapa hari. Bagaimana kemudian aku, akhirnya kembali tersentak bahwa aku bahkan bukan poros semestaku sendiri. Sejak denting jam tepat waktu menyambutku lahir menjadi lebih tua lagi, doa baik tak pernah sedikitpun dilupai. Semenjak kemudian aku menjadi manusia yang sangat menunggu doa dari manusia lainnya, aku ditunjukkan bahwa lagi-lagi harapan adalah menyakitkan. Padahal, raja dan ratu menyeluk aku dengan pesta, memakaikan aku rasa istimewa, memanjakan aku yang mulai dewasa. Sehari aku, menjalani kerja yang tak berbeda dari biasa. Tapi entah bagaimana, senyum selamanya melekat sampai mata mengatupkan kelopaknya. Untuk semua ketakutan yang membelenggu sejak kuartal pertama sampai pada penuh purnama, semua bahkan mendoa aku hidup untuk selamanya. Aku terbangun dengan detak yang mengajak berlomba denting. Pagiku ramai dengan doa-doa baru, dari ku, juga raja dan ratu. Mimpiku satu persatu didekatkan. Ketakutanku seluruhnya dibaurkan. Entah du