Beberapa yang Menjebak

Dunia berjalan dengan cepat. Sangat cepat mengalahkan teknologi jaringan internet negaramu yang nggak seberapa itu. Kita lahir menuju ketidaknyamanan. Kenyamanan hanya ada dalam rahim Ibu. Kita lahir menuju ketidaknyamanan untuk menemukan kenyamanan baru. Pun setiap waktu bergulir, kita turut bergulir menemukan nyaman satu, kemudian ke nyaman dua, bergulir ke tiga, empat, lima, dan enam, dan enam, dan enam, dan enam, dan enam, dan enam.

Ide mengenai menemukan nyaman adalah jebakan nomor enam. Saya pikir, ide itu tertanam di lobus otak saya dengan cukup baik, meski tersembunyi. Sebab ide besar yang saya lihat setiap pagi adalah menemukan dan mengembangkan rasa senang. Ide besar yang setiap pagi ada, ia hanya ide nomor satu yang menjadi nomor satu sebab surat fiktif yang diciptakan kepalanya sendiri mengatakan bahwa terpilih menjadi nomor satu. Jebakan dua, tiga, empat, dan lima, masing-masing adalah idealisme, perfeksionisme, loyalitas, serta eksistensi ketulusan.

Jadi, sekarang, kita sudah tahu dan pada bagian penyampaian ini kita akan percaya bahwa terdapat beberapa yang menjebak. Beberapa berarti enam. Enam adalah satu, dua, tiga, empat, lima, dan enam, dan enam, dan enam, dan enam, dan enam, dan enam. kemudian masing masing adalah menemukan dan mengembangkan rasa senang, idealisme, perfeksionisme, loyalitas, eksistensi ketulusan, dan menemukan nyaman.

Sebenarnya, ada satu yang ada namun kemudian gugur karena wahyu yang tidak dapat digugat. Gugurnya sia-sia. Ia adalah sia-sia. Tidak seperti sia-sia yang otomatis gugur sebab wahyu tak tergugat, beberapa yang menjebak yang telah kita tahu dan akan yakini pada bagian ini adalah enam yang tidak dapat gugur hanya karena digugurkan. Kehadirannya tidak dapat musnah jika dimusnahkan. Semakin dihilangkan, ia akan semakin jelas ada. Semakin dilupakan, maka ia akan muncul sekaligus sebagai mimpi dan kenyataan.

Pada beberapa waktu, dengan pembiasaan, selepas mimpi dan kenyataan begitu sukar diidentifikasi bedanya, jebakan itu akan memudar dan hilang. Seolah hilang.

Pada dasarnya, jebakan adalah jebakan hanya bagi mereka yang tumpul isi kepalanya. Jebakan adalah senjata untuk hidup sebagaimana digunakan pemburu di dalam hutan sana, namun itupun hanya bagi mereka yang lapang dan sehat hatinya.

Orang-orang akan menyebutnya sebagai pisau bermata dua. Tapi di sini, mari kita yakini itu sebagai sistem dan konsep diri. Sebagaimana makhluk kecil di dalam tubuh kita yang terus bergerak dari satu kesetimbangan menuju kesetimbangan lainnya sampai ajal, beberapa yang menjebak ini adalah yang menggerakkan menuju kesetimbangan hidup kita. Menggerakkan untuk menemukan, menggerakkan untuk menghancurkan, menggerakkan untuk menemukan lagi, untuk menghancurkan lagi, menemukan lagi, dan lagi, dan lagi, dan lagi.

Sehingga, bahkan saat tubuh kita mengatakan jebakan itu telah memudar dan hilang. Kita tetap akan melihatnya sekonyong-konyong seperti mimpi buruk yang disajikan di meja makan malam kita.

Belum lama tadi, kita yakini bahwa beberapa yang menjebak itu adalah senjata bagi yang lapang dan sehat hatinya. Maka, saat makan malam kita adalah darah anyir dan beberapa potong daging manusia yang hitam sebab dosa, kita akan melihat ke dalam jiwa kita bahwa di sana, hanyalah ruang satu kali satu meter yang tanpa penerangan, yang lembab, yang di dalamnya berputar teriakan-teriakan berulang, tangisna-tangisan yang berat, dan panggilan-panggilan pertolongan yang tak pernah terjawab.

Saat itu, hal paling biasa yang diingini adalah keinginan menyudahi keberadaan diri di dunia.

Namun kita punya beberapa yang menjebak. Selain itu, di antara satu dengan lainnya, kita akan menemukan kebenaran-kebenaran serta pembenaran-pembenaran yang bergerak acak serupa molekul-molekul gas yang kita tahu dari buku-buku IPA. Sebagai manusia yang telah membuang sia-sia dari beberapa yang menjebak, kita akan bertahan dalam naungan wahyu tak terbantahkan. Kemudian, sebagai manusia yang adalah kutub utara bagi dosa, kita akan terjebak pada kerancuan-kerancuan. Sulit bergerak melihat dari beberapa yang menjebak yang satu ke beberapa yang menjebak lainnya. Kita akan beterbangan bersama-sama dengan kebenaran-kebenaran juga pembenaran-pembenaran. Dalam antara itu, tidak ada perbedaan. Seolah-olah.

Dalam antara yang hampa dan penuh kerancuan itu, kemudian kita akan tersedot lubang hitam yang aneh dan mistik. Lalu kita akan dikeluarkan, dilemparkan, hingga darat-mendarat-pada salah satu dari beberapa yang menjebak.

Saya pernah menemukan diri saya mendarat dengan begitu aneh di hamparan kenyamanan. Dengan dua tangan saya menggenggam penuh puzzle idealisme. Saya menyusun semuanya dengan cepat, di sana tertulis bahwa objektifikasi adalah serendah-rendah perlakuan.

Saya tidak memaksudkan bahwa itu satu-satunya pemicu, tapi terima kasih banyak karena itu membuat botol pemicu menjadi penuh seluruhnya. Jika dapat saya umpamakan itu sebagai prolog, maka waktu yang bergulir ke depan dan alur di hadapan adalah kumpulan-kumpulan masa lampau yang acak menyembur ke masa sekarang.

Tapi, kita bergerak dari satu kesetimbangan ke kesetimbangan lainnya. satu ke dua, dua ke tiga, tiga ke empat, empat ke lima, lima ke enam.

Maka kemudian kita melalui lagi antara yang ramai kebenaran-kebenaran juga pembenaran-pembenaran yang tidak nampak berbeda.

Dalam antara itu, komponen-komponen yakin akan luruh.

Kesadaran-kesadaran yang menyusun diri kita akan tenggelam-timbul. Dan otak kita akan menciptakan kerancuan-kerancuan yang berkembang sebagaimana jaringan otot di bawah kulit kita.  Kemudian kita akan mengulangi proses yang sama dengan daratan yang berbeda dan/atau dua genggam penuh salah satu dari beberapa yang menjebak lagi, yang berbeda.

Dalam kerancuan-kerancuan, saya menemukan bahwa dengan sihir yang aneh, saya menapaki daratan berumput. Langitnya biru cerah, awan bergulung saling mengejar dan riang, bunga-bunga dihampiri para lebah, dan suara air menenangkan memenuhi kedua telinga saya. Eksistensi ketulusan. Lebih aneh adalah bahwa tidak ada diri stabil yang singgah di sana. Seluruhnya bergejolak tanpa aturan dan jadwal. Mungkin itu semacam hal-hal aneh yang terjadi di bumi saat kiamat ekologi segera tiba dan membinasakan dengan perih. Cuaca akan sangat labil dan spesies akan banyak yang mati. Pada saat saya singgah di sana, saya menemukan kebingungan yang tajam. Saya berencana melakukan pengingkaran-pengingkaran atas kesepakatan tunggal pada saat singgah di daratan kenyamanan. Lalu saya, mengulangi hari saat makan di luar bersama tiga orang teman, mengulagi takbiratul ikhram saat witir ke dua, dan mengulangi ketakutan membuka media sosial sesaat setelah saya memutuskan untuk tidur.

Sampai sini, saya ingin menyampaikan bahwa saya tidak benar-benar meminta anda tahu dan turut yakin atas beberapa yang menjebak. Anda akan mengantongi beberapa hal yang tidak perlu dijelaskan kepada siapapun. Bahkan mungkin Anda akan menerima ini sebagai tulisan kosong yang maknanya juga hanya berada dalam antara, dalam kerancuan-kerancuan.

Saya menulis ini dalam perjalanan menemukan daratan selanjutnya. Satu dari beberapa yang menjebak. Sesaat sebelum saya meninggalkan rerumputan dan dunia yang sangat tidak stabil seolah-olah terjebak dalam rahim perempuan dengan sindrom pra-mestruasi, saya berpikir bahwa memang beberapa panggilan tidak akan pernah terjawab dan suara manusia nyata tidak akan tertangkap indera saya. Beruntung, sirine yang meraung dapat dijinakkan.

Betapa nampak sederhana mengatakan bahwa saya memijak daratan yang satu lalu kemudian beralih ke daratan lainnya. Sayangnya, pada kompleksitas diri, ini seperti ekspansi berlebih sebab kedua kaki saya tidak pernah tepat menapaki satu daratan saja.

Barangkali, saya pun tidak sedang berada dalam perjalanan menemukan daratan selanjutnya. Barangkali sekarang saya hanya sedang berenang dalam kerancuang-kerancuan dan menunggu lubang hitam kembali menyeret saya dengan magis.

Setidaknya, saya sudah sadar pagi ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepian Jurang

Hidup Ideal(is)