Surat untuk Pak Menteri (1)


Teruntuk Bapak yang menanggung amanah besar bangsa.
Yang Terhormat Bapak Eko Putro Sandjojo, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Indonesia Kabinet Kerja, yang sedang dan selalu berjuang untuk kemajuan wilayah Indonesia.

Salam Sejahtera,
Assalamu’alaykum wr. wb.
Semoga Bapak selalu dalam lindungan dan limpahan rahmat-Nya.

Tanpa mengurangi rasa hormat, izinkan saya, Mufida Kusumaningtyas menuliskan pesan cinta saya akan pencapaian Indonesia berkat perjuangan Bapak. Semoga Bapak membaca tulisan saya dan mengenal saya sebagai salah satu mahasiswa yang bergembira menyambut kebijakan Bapak dan selalu mendukung perjuangan Bapak.
Sebelumnya, saya menyampaikan permohonan maaf sebesar-besarnya kepada Bapak jika tulisan saya ini tidak berkenan di hati Bapak.

Bapak Eko Putro Sandjojo, Yang Terhormat.
Saya sebagai bagian dari Institut Pertanian Bogor, bagian dari Indonesia, ingin menyampaikan terima kasih atas dedikasi Bapak terhadap desa-desa Indonesia. Negara yang terkenal kaya akan gugusan pulaunya, memiliki 74.754 desa tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Mendengar ditetapkannya Undang-Undang tentang Desa pada tanggal 18 Desember 2013 lalu, saya turut menyambut baik dan bahagia. Khayalan saya akan percepatan kemajuan desa seakan di depan mata. Dua dari tiga tujuan undang-undang tersebut yaitu pembiayaan desa – 1,4 M/desa dan penguatan ekonomi desa – BUMDesa menjadi penjawab tantangan desa masa kini. Desa yang menjadi wajah bagsa Indonesia, lebih giat berbenah. Desa sebagai tempat reproduksi pangan semakin diberi keleluasaan dalam mengurus dirinya sendiri.
Saya sangat setuju dengan pernyataan Bapak bahwa desa adalah fokus utama pembangunan, sebagai mana ilmu yang saya pelajari di perkuliahan bahwa wajah desa adalah wajah Indonesia, maka jika baik desa baik pula lah Indonesia, namun jika desa itu kumuh, maka Indonesia itu kumuh. Menunjang rencana pembangunan desa, maka bergulirlah dana desa yang disalurkan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara untuk mengefisienkan waktu juga biaya. Indonesia yang terkenal dengan gelarnya sebagai negara agraris ternyata disebabkan desa-desa di wilayahnya yang berfungsi sebagai lokus produksi dan reproduksi pangan. Pangan yang menjadi hidup dan matinya suatu bangsa, pangan yang menjadi simbol penguasaan dunia.
Pencapaian Bapak dalam upaya percepatan pembangunan desa sangat patut diapresiasi seluruh elemen. Bapak dengan kebijakan yang diciptakan berhasil menggulirkan dana desa hingga ke lebih dai 74 ribu desa, membangun ratusan ribu kilometer jalan desa, pun membangun pasar desa hingga mencapai jumlah kurang lebih 5220 unit, mendirikan BUMDesa hingga lebih dari 26 ribu unit, hingga pembangunan embung dan irigasi untuk menunjang kegiatan perekonomian pertanian desa. Selain itu, kualitas hidup masyarakat pun terus ditingkatkan dengan pembangunan berbagai layanan kesehatan dan sanitasi. Sebuah pencapaian luar biasa yang penuh kerja keras dan strategi yang mantap. Hingga tersebutlah berhasil mengurangi kesenjangan yang terjadi di masyarakat.
Namun sayangnya, kekuatan luar biasa yang dimiliki desa tidak sepenuhnya disadari bahkan oleh generasi muda sebagai penerus bangsa. Desa sebagai pusat kegiatan pertanian tak lagi menarik minat pemuda seperti disebutkan Vellema (2011). Kekuatan desa pun belum mampu mengubah wajah desa menjadi bebas kemiskinan dan jauh dari kata tertinggal. Pembangunan yang terpusat di Jawa mengantarkan Sumatera menjadi pulau dengan persentase desa tertinggal tertinggi, mencapai 15,04%.
Dana desa yang disanjung-sanjung pun nyatanya membuka celah baru yang bahkan lebih lebar untuk praktik korupsi terbagi, hingga di tingkat desa. Guliran dana desa menuai pro-kontra melihat kesenjangan pengetahuan, sikap, dan perilaku aparat desa, begitu pula dominasi elit desa dalam penyusunan RPJMdes maupunRKPdes, disusul lemahnya monitoring dan evaluasi partisipatif terhadap penggunaan dana desa. Percepatan pembangunan yang berorientasi pada percepatan produksi sedikit mengabaikan dimensi sosial budaya masyarakat, dan data desa yang selalu menjadi persoalan yang tak pernah selesai.
Harapannya mampu muncul solusi-solusi inovatif untuk memperbaiki keadaan, solusi yang tidak hanya dari satu pihak, melainkan hasil aksi kolaboratif pemerintah dengan masyarakat khususnya pemuda. Perguliran uang di desa hendaknya diminimalisir campur tangan luar, terlebih berkembangnya sistep kapitalisasi desa, hal-hal yang menjadi belenggu masyarakat desa.
Saya percaya akan usaha Bapak untuk mewujudkan wajah baru desa Indonesia, terwujudnya transparansi dana desa, pengembangan sumberdaya manusia, penyusunan RPJMdesa dan RPKdes secara partisipatif, dan teknologi yang memudahkan penyusuran batas desa beserta mengenali potensi yang ada akan berhasil. Bapak adalah orang luar biasa yang mendapat amanah luar biasa. Begitu pun, saya, mewakili pemuda Indonesia meminta bantuan Bapak dan pihak terkait untuk meyakinkan kami, pemuda Indonesia untuk menjadi bagian dalam pengembangan desa. memberi kami ruang lebih untuk mengakses dan mengelola segala sumber daya yang ada di desa, membantu ringankan perlawanan kami kepada kapitalis kapitalis desa, sebab kami merasa, kami lebih berhak. Sudah  seharusnya desa dan semua sumberdaya di dalamnya dikelola oleh komunitas. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2014 tentang Desa telah menjadi penjawab tantangan sekaligus alternatif solusi yang tepat, dengan paradigma membangun desa dan desa membangun, saya yakin Indonesia akan menunjukkan wajah baru

Akhir kata, terima kasih Bapak berkenan membaca tulisan amatir saya. Semoga Bapak dikuatkan dan dimudahkan dalam segala urusan.
Nun walqalami wama yasthurun, Wassalamu’alaykum wr. wb.
Dari saya, mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Mufida Kusumaningtyas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepian Jurang

Hidup Ideal(is)