Hubungan

Sore itu ku habiskan waktu untuk bertukar kabar dengan karib ku.
Bagaimana kabarnya, keluarganya, kuliahnya, kami yang sama-sama tak dapat undangan, juga tentang dia yang sedang singgah di hatinya.
Aku penasaran, apa dia siap untuk sakit?
Aku rasa, singgah itu hanya sebuah kata yang lebih halus dari coba-coba, eh atau maksudnya
"Aku numpang sebentar."
HAHA

Panjang obrolan kami hingga berlanjut malam harinya.
Entah kenapa, aku kepikiran untuk membicaran hal yang tak jauh-jauh dari materi perkuliahan.
Mungkin aku bingung mau membicarakan apa lagi.
Jadilah aku bilang kepadanya,
"Hei, sepertinya aku tau kenapa kalau aku suka orang, aku juga suka semua tentangnya, bahkan kebiasaannya akan aku lakukan :'v. Kalau ga salah si ada teorinya.
Dia antusias menjawab,
"Nahhh, pasti mencoba menyamakan semua apa yg dilakukan. Biar apa? Biar ngerasa kalo kita ini jodoh. Hahaha."
"HAHA, iya ih. Pokoknya, kalau kita suka sama orang kan kita bakal cari tau tentang dia dan apa kesukaannya. Nah nanti cenderung banget kita akan melakukan hal-hal itu. Kayaknya emang biar kita setipe sama dia ga si? WKWK."
"Kamu belajar apa lagi?"
Dia sepertinya antusias. Mmm atau dia mencoba membuat suasana menyenangkan.
"Jadi gini. Aku belajar gimana caranya menjalin hubungan. Terus ada teori yang menyatakan tentang bagaimana terbinanya suatu hubungan. Intinya yang nggak aku suka adalah, bahwa hubungan itu selalu akan berakhir. Walau pun ada banyak tahapan, akhirnya selalu perpisahan."
Masih ku lanjutkan ketikan ku,
"Entah itu tepat sesuai hierarki nya atau bahkan tiba-tiba masuk ke tahap perpisahan atau pemutusan hubungan. Ternyata emang perpisahan akan selalu terjadi. Entah kapan waktunya dan telah melewati apa saja."
Tak ku sangka, dia malah mengetik,
"Denger gitu jadi males ngejalin hubungan."
"Lah kan katanya, fitrah manusia itu makhluk sosial, yakali nggak mau menjalin hubungan. Btw ya, kalo menurut aku, dari sekian alasan perpisahan, yang paling memanusiakan itu cuma satu. Hubungan yang terpisah karena takdir kematian."
"Ah, kalau itu si, aku juga percaya. Takdir. Dasar manusia. Sudah tau ujungnya bakal pisah, masih aja ngejalin hubungan. Udah gitu, selalu ada yang bakal sakit hati lagi."
"HAHA. Tapi ya, bukannya hubungan itu emang kayak bikin kecanduan? HEHE. Sumpah ya aku ga ngebayangin manusia di bumi, ada yang sama sekali nggak pernah coba buat menjalin hubungan. Gila apa yak, gimana caranya dia hidup coba."
"Ah kamu jangan berlebihan."

Kami larut dalam obrolan. Sampai akhirnya dia nyeletuk bahwa dia,
"Sudah mencoba mempertahankan hubungan agar tidak cepat-cepat berpisah. Namun semesta tak merestui."
Ah, betapa sombongnya dia. Seolah dia tau rencana semesta atas hidupnya. Tapi, bisa jadi itu sebuah kalimat keputusasaan.
Entah mengapa, malah aku semakin mengasihani diri ku. Apa aku tidak lebih sombong dari dia? Aku yang selalu merasa semesta ada di pihak ku. Tapi pun, bisa jadi anggapan itu juga karena aku yang lebih putus asa dari dia, sebuah anggapan pembelaan untuk diri sendiri?

Kami melanjutkan pembicaraan, tentang kisahnya dengan seseorang yang dia damba, seseorang yang membuatnya berpikir bahwa semesta tak pernah merestui mereka.

Komentar

  1. Balasan
    1. Wah ini nih yang punya tulisan lebih dari pada kerennnnn. Biar sopan, saya ucapkan terima kasih :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepian Jurang

Hidup Ideal(is)