Menemukan diri sendiri

Sudah terlalu larut, malam ini, dengan cekam dan sunyi
Berbaringlah sesosok itu seorang diri, dibalut ribuan tanya, diiringi denting jam yang suaranya menggema seluruh ruangan
Semestanya abu, masa depannya tak terlacak radar

Seberang sana, fajar telah mengantarkan mentari sampai di singgasananya
Daftar masa depan telah aman dan lama disiapkan
Angkasanya terang, biru lautan dan langit sama cerahnya
Burung, desir angin, riang tawa, sama indahnya didengar telinga

Dua diri, yang sama-sama sendiri,
Satu pikirnya mampat,
Satu lainnya, penuh hati

Hari berganti, tak ada perbedaan
Siang malam saling mengisi, senyuman makin lebar tercipta

Gaib dan misteri
Terbebani
Yakin dan kuat ambisi

Selamat datang di fase sendiri adalah pilihan dan ketetapan proses
Selamat menyambut, selamat telah sampai, selamat telah selesai, dua digit yang awalnya tak lagi satu
 - - -

Pada beberapa susun kata kali ini, bagaimana jika kita saling berbagi?
Titik jatuh dan titik balik selama kita dianugerahi singgah di dunia ini.
Oleh siapapun itu, yang dalam iman saya, Ialah MahaAgung dan MahaKuasa, Tuhan semesta sealam raya.

Saya pikir, blog ini terlalu egois jika memuat cerita yang hanya sepihak pandangan saya,
Jadi? Adakah yang mau berbagi lewat kolom komentar yang selalu sepi ini?

Ada yang pernah bilang bahwa masa depan ada di genggaman kita,
dan ramalannya, ada pada prinsip dan persiapannya.
Ada yang bilang, dua digit yang mulanya bukan satu itu,
bisa mengubah kita menjadi kita yang lainnya.

Mencari diri sendiri, konon katanya dilakukan dengan menyusun banyak pertanyaan, dan menjawabnya perlahan. Mungkin, itu terus dilakukan, hingga akhirnya, kita menemukan diri sendiri. Tapi, apakah umur manusia menjamin kita sampai pada menemukan diri itu? atau jangan-jangan, menemukan atau belum menemukan ditentukan oleh fase yang disebut dewasa dan dalam tiap celah prosesi itu?

Setiap kita, punya cahaya sendiri yang beragam warnanya, tapi sesama manusia, bukankah cenderung suka yang sama? Lantas, terpikir untuk menjadi serupa dengan pendaran warna yang sama? Pikir kita terkurung di kepala, tapi pandangan pikir kita, bukannya lebih luas dari semesta yang menghampar?

Ditengah dialog rasa dan pikir saya setiap detiknya, mual dan jengah menjadi bumbu yang tak pernah ketinggalan. Bagaimana denganmu?

Memulai dengan akhiran, ada yang bilang adalah proses yang matang. Bagaimana jika diri sendiri saja masih dicari dan tak segera ditemukan?

Boleh saya yang mulai cerita dahulu?
Akhir-akhir digit satu kala itu, mimpi saya penuh, list harian saya tak pernah sekosong kantong akhir bulan. Berproses, berproses, berproses, dan berhenti dengan pikir kosong bahkan rasa yang ada hilang. Perlahan tapi pasti, waktu memakan saya dan membawa saya pada perutnya yang gulita dan tanpa suara.
Saya hilang arah, jalanan nampak lebih gersang dari biasanya, langkah pasti saya tergantikan lari yang diam di tempat. Penyelesaian saya adalah mengabaikan, tanggung jawab saya adalah kegaiban masa yang akan datang. Saya sempat yakin telah memulai dengan akhiran, dan angin yang menemani perjalanan saya, menampar dan membuka mata bahwa saya hanya memulai dan tak ada niatan untuk sampai diakhir, akhir saya tak ada, tak pernah dibayangkan, apalagi ditulis dan dijadikan tujuan. Saya yakin telah bertuhan dengan iman dan suntikan, tapi tangan saya kosong dari satu-satunya buku panduan dalam kehidupan di alam ketiga saya. Saya ingin menata ulang, tapi saya kehilangan semua lembaran yang telah lama beterbangan. Mengaisnya satu per satu takut menghabiskan umur saya dengan percuma. Membuat sketsa ulang? Saya terlampau nyaman dengan hilang arah dan gelapnya semesta saya. Hanya itu sedikit cerita saya, ya memang tak ada intinya, hanya ada gelap, gersang, dan tanda tanya. Lagi pula, digit yang dimulai dua itu belum sampai pada saya, mungkin cukup untuk waktu mencharge pikir dan hati saya. Mungkin. Saya belum menemukan diri saya, bahkan pencarian belum saya mulai. Sampai akhirnya saya menemukannya, semoga terbukti pula kata-kata "menemukan diri sendiri akan membawa kita pada menemukan pencipta diri kita". Minimal, dua tangan kita masih ringan menggenggam firman-Nya bukan?

Saya cukupkan dulu ceritanya, masih saya tunggu cerita kamu, bisa di kolom komentar, bisa pula lewat media lainnya. Saya akan senang membacanya, barangkali, dari sana, saya bisa menentukan untuk mengais lembaran saya yang terbang berserakan, atau mulai dengan sketsa dan akhiran lainnya.

Terimakasih, selamat Sabtu malam,
teruslah berbahagia, teruslah menjadi manusia kuat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepian Jurang

Hidup Ideal(is)