Menghampiri 'Anggur' Lagi

Pagi tadi, saya dengan berat hati mengerjakan beberapa tugas yang memang sudah lama saya abaikan. Sebagai kewajiban, tentu itu adalah kepuasan tersendiri hingga saya dapat menyelesaikannya dan mengabaikan rasa enggan yang sudah sangat lama menggelayuti diri saya. Sejak dunia ini sudah tak sama lagi, saya seakan membiarkan diri saya untuk turut dan larut. Sejak umur saya tak lagi diawali angka satu, saya justru kehilangan masa depan yang selama ini tepat beberapa centimeter di hadapan.

Pertama kali saya meneguk lagi anggur kewarasan adalah saat pertama kali setelah sekian lama saya meninggalkan ruang-ruang diskusi. Ibarat kata, saya sudah lama terkatung-katung di jalanan dengan terik luar biasa yang tanpa bekal barang sedikitpun. Ruang belajar dan berbagi perspektif tersebut ialah tetes hujan pertama kali yang mengenai wajah saya dan kembali membuat saya mendongak pada wajah alam. Bahwa saya, sudah terlalu lama meninggalkan pijakan.

Sudah sejak sangat lama pula, saya sisihkan ingatan masa kecil yang saya kira tak ada untungnya sama sekali jika saya biarkan menjadi bagian daripada kenangan hidup. Saya tidak suka dengan lemah, sebelah mata, sakit, dan diabaikan. Akan lebih baik rasanya jika ingatan akan hal menyedihkan itu hilang sama sekali dalam catatan perjalan saya. Tapi rupanya, justru saya kehilangan semua masa kecil saya. Tidak pernah ada kesedihan dan kesusahan yang selamanya. Mungkin itu saya lupakan. Saya kira, saya hanya akan meninggalkan ingatan menyedihkan itu, rupanya ia membuat bahagia saya turut memudar. Saya menjadi sadar, bahwa ikatan dan ingatan tidaklah parsial. Ia adalah panas dan hujan, pagi dan malam, sedih dan senang, Yin dan Yang, yang adalah keseimbangan kehidupan.

Mungkin akan lebih baik jika saya mulai kembalikan ingatan satu per satu. Dari yang saya sisihkan beberapa tahun lalu, agar saya dapat memeluk kembali kasih sayang Bapak dan Ibuk kala saya baru menjadi kakak, agar saya dapat merasakan kembali petualangan menyisir galengan, berenang di arus sungai, bernyanyi dan menari di depan rumah baru saya, belajar mengaji, dan merasakan kehilangan terdalam atas bidadari yang mengajari saya membaca al-qur’an.

Malam ini, saya melihat bahwa pandangan tentang saya sedikit banyak berubah. Baik dan buruk, saya rasa itu sangat relatif dan tak perlu dipusingkan. Sayangnya, saya kemudian tumbuh menjadi manusia yang serba ingin tahu, termasuk tak jarang saya sangat ingin mengetahui bagaimana saya dalam pandangan teman-teman saya. Banyak hal kecil yang saya pertanyakan, seperti kalian sedang apa sekarang, apakah kalian bahagia, apakah kalian mau terus berteman dengan saya, apakah saya berubah, apakah saya berlebihan, bagaimana jika kalian mulai meninggalkan saya, apakah saya cukup cerdas, apakah saya menyenangkan, dan sebagainya, dan sebagainya.

Saya kira, setidaknya dibandingkan saat SMA dulu, saya menjadi lebih terbuka dengan lawan jenis, menjadi lebih terbuka dengan ideologi dan pandangan yang berbeda, menjadi lebih senang menjelajah antah berantah: yang asing, menarik, tinggi, dan melenakan. Saya rasa ada beberapa hal yang harusnya tidak saya lepaskan, tapi telah terlanjur terbang. Selayaknya balon yang lepas dari genggaman balita, menyentuh atap-atap rumah, dan ia gagal meraihnya meski beribu kali dicobanya.

Saya butuh bantuan. Ya.

Saya mulai meninggalkan menulis, saya mulai meninggalkan apa-apa yang harusnya tak pernah saya tinggalkan. Saya meninggalkan diri saya di depan cermin.

Saya, mungkin akan segera kembali untuk memungut ingatan dan hal baik yang saya tinggalkan. Semoga masih ada waktu untuk hidup dengan cukup sempurna di dunia ini. Meski kenyataannya, saya pernah hendak meninggalkan semuanya, saya kira, saya masih pantas untuk menikmati banyak hal, lebih lama lagi, lebih berwarna lagi, lebih berpedoman lagi, pada ayat semesta yang dengan amat sangat baik hati ditebarkan ke seluruh alam.

Jujur, kalau boleh saya memilih, dibandingkan memulai kembali, saya akan lebih senang jika saya hanya harus memulai. Menjadi dilahirkan kembali atau dibiarkan menjelajah waktu untuk pertama kalinya saya ada di sini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepian Jurang

Hidup Ideal(is)