sampai-nanti
I
Malam ke-30 bulan ini
Selamat datang lagi di blog saya yang ya... barangkali tidak banyak manfaatnya untuk kalian semua. Kepadamu yang sudi untuk singgah di sini, saya ucapkan selamat datang dan terima kasih, saya akan sangat senang jika blog saya yang layaknya semesta kecil ini menjadi bagian dari sedikit saja dunia kalian. Planet-planet yang sama berporos pada Yang Maha ataupun berporos pada awal dan akhir serta ada dan ketiadaan.
Saya ingin meninggalkan jejaknya di sini, cerita tentang pertemanan atau bahkan mungkin jika pihak kedua setuju, sebutlah ini tentang persahabatan yang saya tidak pernah kira akan terjalin cukup lama dengan keadaan yang semakin ringkih dan kering. Setiap manusia bertumbuh, setiap bertumbuh adalah baru, setiap baru adalah masalah, dan kecemasan, dan kebencian, dan pengharapan, juga banyak rasa khas nafsu manusia lainnya.
Saya lupa tepatnya kapan kami saling kenal, tapi saya kira, kami (saya dan teman saya), sudah saling tahu sejak hampir tujuh tahunan lalu. Saya adalah congkak dan mengumbar, ia adalah songong dan cerdas. Sejak kami mempelajari jurus yang sama, banyak sore kami lewati bersama teman-teman yang tak kalah istimewa. Dan saya masih anak perempuan yang labil, ekspresif, dan cengeng. Saya adalah push up puluhan kali hanya karena mengatakan "tidak bisa", adalah air mata di tengah becanda yang keterlaluan, adalah kuat di kaki kiri, dan kaku di mawar yang entah berapa total gerakannya.
Sebagaimana teman-teman istimewa saya, dia tahu keluarga saya, benci ke rumah saya karena sangat susah sinyal, mengantarkan saat pulang kemalaman agar tidak dimarahi Ibuk, harus online saat saya pulang dari perantauan, dan tidak jarang menjemput saya di jam-jam rawan, yang sepi, dan dingin akibat hujan selalu turun menyambut saya pulang. Saya kenal beberapa anggota keluarganya, sedikit mengerti orang tuanya. Pertemanan tidak pernah merugikan, tapi saya, merasa gagal membayar harga yang sama untuknya.
Ah iya, kami, tentunya dengan teman istimewa lainnya memiliki kewajiban yang satu, harus bertemu saat semua pulang dari rantau. Tapi terakhir, sayangnya itu sudah entah berapa lama yang lalu. Di sebuah angkringan milik teman, teman istimewa mereka, karena saya adalah congkak dan mengumbar. Itu adalah malam pertama kali saya menyesal melewatkan banyak orang di tingkat menengah atas. Saya lupa siapa yang menjemput saya, tapi kami bertiga, masih hangat dan cerita hampir tidak ada selesainya. Kami juga punya agenda yang hampir saya deklarasikan sebagai rutin, untuk ke alam yang membuat kami puas berbincang seharian sepanjang perjalanan.
Saya, malam ini sangat kesulitan menceritakan ini dengan runtut. Kamu tahu? seperti ada letupan ingatan yang entah bagaimana hitungan waktunya, muncul dan hilang dengan cepat, hingga-hingga jika saya lambat, saya akan kehilangannya.
Saya pikir, terakhir kali kami benar-benar duduk bersama adalah saat pagi hari, dimana malamnya adalah masalah paling menyebalkan karena begitu menyakiti banyak orang. Lalu, lama kemudian, saya sadar saya menyiakan waktu yang ada, dan tidak ada lagi, mungkin.
Mula dari akhir (saya menyebutnya begitu) adalah mungkin kami tidak akan pernah bertemu lagi, secara langsung, bahkan mungkin juga kecanggihan modern tidak bisa menjamin kami baik-baik saja. Tapi yang lebih saya tidak bisa... paling tidak dapat... paling ingin saya ingkari... adalah dia sedang tidak baik-baik saja dan saya tidak dapat melakukan apa-apa.
Sebagaimana jati yang meranggas kala kemarau. Semoga kemarau tidak selamanya.
Saya tidak dapat melanjutkan tulisan ini rupanya, ini sangat lebih sulit dari yang saya bayangkan. Saya tahu bahwa banyak hal yang terjadi dan akan berlangsung di luar tangan kita, hanya saja, saya tidak siap bahwa itu telah menimpa saya dan tutup sepenuhnya, untuk saya.
II
Hari ke-31 bulan ini
Terik, sudah menyapu basah.
Saya kembali lagi, dengan tujuan yang sedikit berbeda. Saya hanya ingin menyelesaikan ini, agar tidak ada lagi yang mengacaukan pikiran saya. Saya, harus menyelesaikan ini dan membiarkannya hilang. Saya benci kepikiran dan akan selalu demikian, untuk hal itu saja, saya tidak ingin berubah.
"Pertemanan tidak pernah merugikan, tapi saya, merasa gagal membayar harga yang sama untuknya."
Apakah kalian ingat kalimat ini? Setelah saya pikir, saya memang selalu berlebihan dan tidak bisa untuk tidak mencampuri urusan orang lain. Saya terlalu mengambil beban bahwa saya harus bisa berguna untuk siapa saja, sebagaimana doa orang tua saya pada lekatan nama saya. Padahal, saya juga tahu dan sadar (setelah meredakan emosi saya yang sangat reaktif dan ekspresif haha) bahwa banyak hal di luar kendali saya yang kecil ini, banyak hal yang memang terjadi tanpa bisa kita ikut campur. Tapi saya tinggi hati, ingat? saya congkak dan mengumbar, dan saya harus dapat hadir sebagai kebutuhan, sebagai tangan Tuhan. haha, gila...
Pertemanan adalah segalanya untuk saya. Ia adalah luar biasa, sebab ini bukan hanya karena Tuhan menakdirkan, tapi saya melakukan.
Entah beruntung atau tidak, saya juga mengartikan pertemanan sebagai pertukaran keuntungan. Dan saya benci mengambil terlalu banyak keuntungan tanpa membalasnya dengan keuntungan yang sama, itu minimal. Saya tahu bahwa banyak yang percaya, pertemanan adalah senang, sedih, tulus, dan tanpa pamrih. Tapi saya sangat tidak mau menerima tanpa memberi. Kenyataannya, saya merasa gagal memberi imbalan atas keuntungan berlimpah yang saya peroleh dari teman-teman saya. Saya rasa, dengan demikianlah saya hanya menjadi seseorang yang tidak bisa berdiri dan hanya menggelayuti manusia lain. parasit
Semakin rumit, ketika kenyataannya, teman-teman saya adalah bukan saya di dalam cermin. Saya bisa cerita semua tentang kejadian hari ini, dari mulai mimpi, hingga tidur dan bermimpi lagi. Semua detik kehidupan saya adalah penting dan berharga. Saya dapat mengeluarkan semua emosi, kecemasan, hampa, takut, gagal, pecundang, dan sebagainya, dan sebagainya kepada mereka yang sudah saya persilakan melihat planet hunian saya dengan mata telanjang. Sayangnya, manusia sangat kompleks dan sama sekali tidak sama, satu sama lainnya.
Tidak beruntungnya, saya bisa saja mempertanyakan eksistensi diri saya sendiri atas hubungan pertemanan hanya karena saya bukan lagi kantung cerita mereka. saya pikir, itu memang cukup bodoh
Dalam hubungan interpersonal, banyak unsur tentunya mempengaruhi proses dan bentuknya, baik langsung maupun tak langsung. Persepsi positif atau negatif akhirnya keduanya muncul dengan berat sebelah. Setelah saya pikir bahwa kekayaan dan kemegahan hubungana dalah karena perbedaan dan saling memaknai, saya pikir itu juga sekaligus berperan sebagai batas dan dinding yang mengurung saya hanya pada satu titik.
Dan bagaimana saya dapat melewati dinding?
Dia pernah bilang bahwa jalan terbaik adalah dengan terbang. Sayangnya, terbang tanpa alat adalah mustahil bagi manusia. Bagaimana dengan mendobrak? merusak dan merobohkan dinding? Saya akan segera dikoyak sakit yang lebih dalam.
Ah iya, kadang saya takut menjadi berlebihan dan mengarahkan orang pada pikiran yang kurang tepat tentang maksud saya. Tapi setiap manusia yang saya kenal, selalu punya ruang VIP lengkap dengan pelayanan kelas bintang lima dan pemanas ruangan agar selalu hangat.
Rupanya pikiran saya mulai mengganti topik pikirannya sendiri. Mungkin saya telah sedikit berhasil menghilangkan yang basah.
Saya tiba-tiba terkekeh karena rupanya, saya pernah bilang kepada seorang teman untuk jangan pernah menyalahkan diri sendiri atas peristiwa di luar kendali diri dengan begitu sengsaranya. Saya terkekeh karena saya adalah penceramah yang munafik dan penuh omong kosong tanpa amalan.
SUDAH
Manusia punya banyak peran di dunia, teman hanya salah satunya. Apapun peran yang sedang kamu jalankan, kamu adalah jelma dari kasih Tuhan yang suci. Aku turut berdoa, untuk teman ku, dan harapannya, dan ambisinya, dan masa depannya.
Sampai nanti.
Komentar
Posting Komentar