untuk Tiga

Tulisan kali ini, akan saya buka dengan kutipan ter-hits bagi mahasiswa di jurusan saya bahwa 70% kehidupan manusia dalam kesehariannya adalah untuk berkomunikasi. Sebagaimana biasanya saya hanya menulis singkat saja, barangkali hari ini akan sedikit lebih singkat. Saya hanya ingin berbagi, tentang saya tentunya, tidak yang saya lebih kenal selain diri saya sendiri. Bahkan, ketika diminta mendeskripsikan tentang keluarga, teman, maupun kenalan, pasti saya akan sangat kesulitan. Saya, tumbuh menjadi terlalu memerdulikan diri sendiri, sebelum beberapa waktu ke belakang ini.

Dulu waktu tingkat pertama di Bogor, saya pernah bilang kepada kedua teman saya, mereka dengan senang hati mengantarkan saya ke Asrama Putri karena saya tidak membawa payung. Saya tegaskan bahwa jangan kaget, jika suatu hari, hubungan baik kami merenggang dengan tiba-tiba, bisa saja saya tiba-tiba akan berhenti menyukai kalian sebagai teman. Saya agak lupa sebenarnya, semoga isi maknanya masih sama… Dan mereka kompak menjawab, “maka ingatlah kami yang kebasahan mengantarmu agar tetap kering sampai sini”. Oke ini sepertinya berlebihan haha…

Saya percaya dan akan selalu percaya bahwa manusia adalah selalu berubah. Tiap saat, sesudah ia berbicara dengan dirinya, setelah belajar dari lingkungannya, dan selepas ia berkompromi atas keduanya, untuk menentukan dirinya yang baru, meski untuk satu hal kecil saja.

Tidak ada nilai yang berdiam terhadapnya. Bagi saya sekarang, nilai, prinsip, dan cara berpikir tiap individu adalah melakukan pergerakan, menyampaikan pada perubahan. Dengan tingkatannya dan ikatannya masing-masing. Kecuali, ia adalah manusia paling tertutup sejagat dunia. Dan seiring pergerakan hal tersebut, ekspektasi pun tak pernah membiarkannya sendirian. Ekspektasi adalah pengiring daripadanya. Ini, adalah menurut saya dan bagi saya. Kita bisa tidak bersepakat, saya akan senang mendengar pandangan kamu.

Saya, hampir selalu berekspektasi lebih untuk seluruh orang baik yang ada di sekitar saya. Dengan pribadinya masing-masing, dengan kuatnya masing-masing, dengan kesenangannya masing-masing, dan dengan caranya berinteraksi, masing-masing. Saya percaya bahwa mereka adalah orang hebat, yang rendah hati sebab mau membuka ruang pertemanan dengan saya.

Sayangnya, ternyata saya masih bisa saja ‘terpeleset’ sebagaimana dahulu. Saya kemudian sadar bahwa rupanya saya tidak dapat benar-benar menerima beberapa teman saya dengan seutuhnya. Untuk satu hal saja, iya.

Cara menyampaikan-

-pendapat atau gagasan.

Dalam hal ini, dua kata kunci, (1) cara menyampaikan; dan (2) pendapat atau gagasan.

Saya seketika menjadi dewan juri atas lingkup per-teman-dekat-an saya sendiri.

Mengutip Mba Yuni Shara, singkatnya adalah “saya gampang ilfeel”, dalam berkomunikasi.

Pertemanan bagi saya bukan menggelar tangan selebar saya bisa, tapi menggenggam tangan mereka yang saya terima dan saya sayangi.

Pada baris tulisan sekarang, saya sadar mungkin saya bukan manusia yang terbuka, saya tidak terbuka pada cara berpikir yang menurut saya nggak gathuk atau tidak masuk akal dan wagu.

Mungkin justru pandangan saya di atas tadi itu menunjukkan saya yang cacat logika dan cara berpikirnya. Tapi ini saya, sampai hari ini. Dan, saya percaya, akan selalu percaya bahwa manusia adalah selalu berubah.

Atau pembelaan saya, berteman adalah proses mengenal dan menerima. Saya juga percaya bahwa petemanan ada batas waktunya, entah karena sebab apapun itu.

Maaf, saya sudah tidak bisa se-antusias itu untuk pertemanan kita.

Dan mungkin, saya masih lebih senang memulai dibandingkan memulai kembali.

 

Catatan: 

Ruben dan Stewart menjelaskan bahwa hubungan interpersonal adalah hubungan yang berdasarkan pada pengolahan pesan yang timbal-balik, adapun tahapannya adalah Inisiasi - Eksplorasi - Intensifikasi - Formalisasi - Redefenisi - Deteriorasi atau kemunduran atau melemahnya suatu hubungan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepian Jurang

Hidup Ideal(is)