di kafe yang tak dikunjungi siapapun

sebelum ku potret tanaman dalam ruangan ini, ku lakukan kesalahan, buru-buru kesalahan itu ku sulam dalam kata-kata alay menggelikan bagi ia yang tak pernah berkenalan dengan cinta
bacalah habis sulaman ku maka kau tahu kesalahan apa itu

ku tumpahkan secangkir rindu
yang kata orang-orang membikin jemu
meromantisasi segala hal
lalu menciptakan seikat syair untuk dia seorang
tak ada lap tak ada tisu
jadilah lengan baju ku gunakan membersihkan tumpahan rindu
meja ku putar-putar, lengan ku gosok-gosokkan
lengan bajuku semerbak cokelat baru masak
"ah, rupanya ini bau rindu"
tadinya ku kira rindu itu berbau semacam rokok yang sempat diketuk-ketuk sebelum dibakar atau serupa udara kota hujan sesaat tiba-tiba air angkasa mengguyurnya
rupanya rindu ialah cokelat yang wangi dan manis
ku pegang-pegang si rindu,
khawatir ia cidera atau merasa ngilu
aku menggumam sebab pengetahuan tentang rindu kembali masuk dan diproses otakku
"oh, dingin toh"
semua pujangga melantang bahwa rindu begitu hangat dalam dekapan
tapi tumpahan dalam cangkir ini membuatku lebih tahu dari siapapun
bahwa rindu ialah dingin
udara dan rongga-rongganya membuatnya demikian
lantas siapa pembohong dunia yang membisiki setiap insan kasmaran bahwa rindu adalah hangat dalam dekapan?
ku tatap meja tadi lekat-lekat, barangkali pengetahuan tentang rindu masih ada yang ketinggalan di sana
ku temukan sepotong kertas, kaku dan suaranya seperti meringik sakit kepedihan
"—tanpa pemesan"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tepian Jurang

Hidup Ideal(is)