CONQUEROR
Mempertimbangkan kata-kata yang akan kami keluarkan setelah dua paragraf pendek kami tinggalkan tiga hari lalu, kedua telinga kami menjadi sangat sensitif. Kami memaksa otak kami berproduksi lagi, meski enggan. Kami menginfeksinya.
hahaha.
Apa yang kami bicarakan sekarang? Heran. Mengapa kami tumbuh menjadi begitu tidak biasa dan lugas?
Berminggu kami kehilangan kecintaan. Kepada segala. Berhari-hari kami meninggalkan musik-musik yang amat kami sukai. Jari kami enggan mengarah kepada mereka, telinga kami enggan mendengarkannya. Kami sudah selesai. Kami telah siap berpulang. Bagian paling lucu adalah bahwa kami terus berusaha menghirup oksigen sekuat yang kami bisa meski telah kami sampaikan kami telah siap berpulang.
Kami hanya ingin dapat menghirup oksigen dengan bebas. Benar. Sebagaimana berada di hamparan rerumputan dan bunga, sebagaimana memasuki tutupan pohon yang ramah, sebagaimana polusi ambisi-ambisi musnah.
sksk. gila!
Apa yang ingin kami ceritakan sebenarnya?
Hei! Kami kembali mendengarkan AURORA!
Ketiadaan minat. Tapi kami memaksa diri kami kembali mendatangi hal-hal yang kami senangi. Kami benar-benar mencobanya. Dua hari, kami memaksa diri kami yang muak dan enggan. Kami gagal, lalu kami kembali lagi hari ini. Kami memulai lagi dari album yang pertama kali membuat kami menemukan sesuatu di dalamnya, yang membuat kami begitu menyenanginya hingga lama.
Perkenalan kami dulu, pun, dimulai dari Runaway sampai akhirnya kami mendengarkan unreleased song dengan judul sebagaimana judul album pertama AURORA. Pada keputusan kedua kami untuk benar-benar berkenalan lagi dengan album ini, kami yang memilih mendengar lebih banyak sebab Runaway. Namun kemudian beralih sedemikian sensitif kepada Conqueror. Penakluk. Sang Penakluk.
Runaway menjadi begitu menyeruak sebab ide-ide kematian begitu dekat dengan kami. Meski lintasan kami masih sama, sore ini kami menyelam bersama larik yang terulang-terngiang.
"Broken mornings, broken nights, and broken days in between."
Pikiran kami menyelami waktu demi waktu, dengan ripuh. Kami banyak melupakan diri kami yang lalu. Kami begitu cemas dan ketakutan akan detik selanjutnya setelah napas kami hembuskan dengan berat. Betapa kami tidak melihat diri kami secara utuh dan jauh terperosok meninggalkan hal-hal yang telah kami tempuh.
Terakhir kali, kami kembali mengutarakan bahwa kesenangan dan produksi hormon-hormon yang menyenangkan adalah 'menjadi hidup' bagi kami. Kami mengais berbagai kesenangan yang dapat kami jangkau agar kami dapat bertahan lebih lama di atas dunia yang entah sebenarnya apa. Menghampiri kesenangan, hinggap di sana hingga batas waktu, lalu beralih kepada kesenangan-kesenangan selanjutnya. Bahkan jika belum habis waktu kesenangan, namun kemudian ia menjelma menjadi begitu pelik atau tidak sebagaimana ingin kami, kami akan meninggalkannya, dengan ringan. Seolah tidak terjadi apa-apa. Lalu kami menuju kepada yang selanjutnya, selanjutnya, selanjutnya, dan terus selanjutnya. Barangkali cara kami bertahan adalah serapuh-rapuhnya strategi. Hingga kami, bertahun-tahun lalu, menjadi terperangkap tanpa setetes air sama sekali.
Conqueror sepanjang 3 menit 33 detik membawa kami menyelami diri kami. Menjelang akhir, perulangan larik "I feel alive" membuat kami mempertanyakan keputusan akan strategi kami selama ini.
Kami tidak dapat menjadi lengkap hanya berkat kesenangan-kesenangan. Kami adalah tidak hidup jika hanya menerima senyum dan gelak tawa yang bersilangan.
Benak kami meragu: merasa hidup? dengan kegagalan? dengan idam yang tidak terpenuhi? dengan kehancuran-kehancuran?"
Benak kami meragu: merasa hidup hanya dengan perolehan kesenangan-kesenangan? ide-ide kebahagiaan? dan mati karena kesenangan tidak lagi ada?
Benak kami meragu: strategi kami tidak dapat bertahan lebih lama? kami harus mau menerima? menerima kecacatan-kecacatan?
Benak kami: terima, terima lah, diri kami.
Menarik, selesai kami mengimbuhi titik untuk bagian penaklukan ini. Telinga kami, keduanya mendengar berulang outro Winter Bird: all I need is to remember how it was to feel alive, I need to remember how it was to feel alive.
Komentar
Posting Komentar