Hal-Hal yang Tidak Perlu
Setelah kami pikir selama beberapa waktu, menurut kami, di lembar digital ini kami benar-benar mengungkapkan diri kami yang sulit kami hadirkan ke hadapan manusia di luaran sana. Sejujurnya, kami cukup merasa tidak seharusnya kami berhenti waktu itu. Trend kutub kami memang rasanya sudah tidak semengerikan itu, tapi kira-kira berapa lama kami harus menjadi tidak memiliki cukup kontrol dan akal sehat hingga-hingga kesulitan mengatur diri kami sendiri?
Mulanya kami hanya sadar bahwa ini telah berhubungan secara negatif dengan produktifitas dan kualitas hidup kami. Kami kemudian sangat berharap ini hanya kesalahan dan kami adalah sepasang baik-baik saja. Namun selanjutnya, kami sadar bahwa ini juga berhubungan secara negatif dengan nilai diri dan kualitas hubungan sosial kami.
Sejak seorang teman mengajak kami untuk menilik trend line emosi kami, kami menjadi semakin sadar bahwa ini adalah masalah yang kami kesulitan menuju pada penyelesaiannya. Jadi, penyangkalan kami sebelumnya benar-benar berakhir menjadi sebuah penyangkalan. Meski demikian, ketakutan kami akan diri kami sendiri telah meninggalkan kami, perlahan.
Kemudian, kami mulai meragukan dunia di hadapan kami. Barangkali, dunia di hadapan kami selama ini hanyalah cermin, hingga-hingga yang kami lihat adalah selalu diri kami sendiri. Dan kami, kesulitan menyingkirkan cermin itu.
Dengan kesadaran baru dan keraguan baru yang tumbuh di pikiran kami, kami kemudian merumuskan dan sedang berusaha menemukan bukti bahwa perasaan dicintai adalah tidak perlu.
Anehnya, kami sendiri menolak hal itu. Setidaknya: kami tidak benar-benar berusaha menemukan bukti apakah itu satu hal yang perlu atau tidak perlu, melainkan kami berusaha menemukan pembenaran bahwa itu tidak perlu. Kami menutup diri dari kesalahan hipotesis yang kami rumuskan. Kami salah sejak awal. Tapi kami tetap akan melakukan itu: untuk diri kami sendiri.
Kami ingin menangisi keputusan yang berakhir tidak menguntungkan tapi tidak akan---hahaha kami justru marah karena bagaimana pun kami harusnya mendapatkan itu---bagaimana mungkin cermin akan tersingkir dari hadapan?
Kami merindukan butir yang menjadikan kami tetap dalam garis dan membuat kami berpura mampu menjalani waktu dengan baik. Kami tidak ingin menjadi susah payah dengan mendapatkan kembali kemampuan akan berpikir jernih dan kendali diri. Mungkin, sejatinya hanya sebesar itu lah nilai diri kami.
Mengenai upaya penemuan bukti (re: pembenaran), kami menemukan beberapa alasan yang telah berbaris rapi di ruang uji: (1) cermin di hadapan kami semakin memantulkan bayangan diri kami dengan terang dan jelas; (2) hati bertumbuh dengan bergantung pada perilaku manusia lain; (3) haus dan terus bertambah haus; (4) pemenuhan subjek cinta adalah ideal; dan (5) pemenuhan objek cinta adalah kewajiban subjek cinta.
Kami akan menutup mata dari variabel dan keterikatan lain yang ada, memang ada, akan ada.
Menariknya, lima bukti memaksa subjek untuk cedera sekaligus dengan keras memukul dan mencelakakan objek yang memilih menutup mata. Pada akhirnya, untuk mengulur kebinasaan, resiliensi dengan bersusah payah membenahi relasi cinta adalah niscaya. Sayangnya, kami menutup mata, enggan.
Komentar
Posting Komentar