Menemukan Stabil
Meski 'kami' terpilih menjadi pronouns sejak waktu yang lumayan panjang, penderitaan self-centered ternyata masih resisten-resisten saja. Kami tidak ingat mengapa, saat itu, kami memutuskan menyebut diri sebagai 'kami'. Mungkin karena pengingkaran bahwa iman kami serupa 'aku poros hidup', mungkin karena terlalu banyak kontradiksi yang tinggal dalam satu jiwa yang tidak sehat-sehat amat ini, mungkin juga karena bentuk penerimaan kami bahwa ada lebih dari satu kutub yang berusaha menduduki kami.
Pertama kali kami diberi tahu bahwa kami ialah sepasang ODB, kami benar-benar tidak memikirkan apapun selain ketenangan sebab menemukan jawaban. Kami bertarung dalam arena yang mengerikan dan tidak ada satu pun penanda waktu. Menjadi aneh ketika berada dalam suatu ruang dan tanpa waktu. Sebelumnya, kami berpikir bahwa ruang dan waktu adalah satu koin logam, tapi menemukan pemaknaan bahwa kami berada salam satu ruang yang tanpa waktu, menjadikan kami menggugat pikir kami sebelumnya. Rupanya, mereka ialah satu dan dua.
Tidak mungkin kami lupa, beberapa manusia menangisi kami. hahaha. Kami yang bahkan belum benar mati, ditangisi hingga-hingga bau penyesalan tercium semerbak bersamaan dengan air mata yang menetes dengan terang maupun yang memilih dibawa lari sendirian. Meski benar bahwa kami mati, tetapi kenyataan bahwa kami masih ada di dunia ini membuat kami tidak dapat menetapkan diri bahwa kami mati. Kalau saja dalam dua kata tersebut diimbuhi satu kata lain, kata kerja yang diberikan awalan me- padanya, itu akan menjadi tidak terbantahkan. Kami mencoba mati.
Jawaban yang kami temui dan sedikit membuat gamang nyatanya justru kami peroleh saat kami memilih mengaku dengan terus terang bahwa kami mencoba mati hanyalah satu wujud ketidakmampuan kami dan bahwa kami tidak ingin lebih jauh mengurungkan ide-ide kami tentang kehidupan.
Untuk pertama kali, kami menulis untuk mengingatkan diri kami bahwa kami adalah sepasang ODB.
Kami tidak mungkin lupa bahwa saat orang-orang yang kami yakin telah menyelimuti kami dengan cinta dan kasih mendatangkan penyesalan dari sorot matanya yang bening, kami justru sedang berbahagia. Kami berbahagia. Atas penemuan jawaban dan pertolongan. Kami bersiap untuk meninggalkan ide-ide kematian, kesengsaraan, kelemahan, ketakutan, kekhawatiran yang tidak masuk akal, kedunguan, kesesakkan, serta kemarahan-kemarahan kami yang mengerak sejak bertahun sebelumnya.
Kami mendapatkan jawaban sebagai satu anugerah sampai saat sebelum kami sadari bahwa jawaban tersebut tidak lain adalah buah bibir bagi kegilaan.
Kami akhirnya menangisi diri kami sendiri. Mungkin itu karena kami baru sadar, yakin kami atas bau penyesalan bisa jadi telah salah. Sebab anosmia yang diderita, kami kesulitan membedakan kasih dan kasihan.
Pada mulanya, kami meracau menuju ketidaksadaran. Selama hampir seharian. Kami dipaksa untuk tidak sadar.
Jika direnungkan, itu merupakan satu dari sekian cara yang selama ini kami cari dan gali. Di mana kami mencoba mati, di mana tombol menuju mati adalah titik kesadaran yang di-non-aktif-kan. Menyadari perenungan itu, anehnya kami justru berusaha berontak dan kemudian menjelma menjadi manusia yang terus berbicara tanpa dapat dimengerti maksud dan maknanya.
Tapi toh pada akhirnya, kami sudah ada di hari ini. Melepaskan antimania sekaligus antidepresan meski tanpa persetujuan. Kami sepertinya baik-baik saja. Mungkin kami akan berhenti bermain-main dengan jawaban yang kami temukan bulan depan. Mungkin bulan depannya lagi. Bulan depannya lagi. Bulan depannya lagi. Bulan depannya lagi atau bulan depannya lagi.
Kami masih kadang takut atas diri kami sendiri, yang merugi lagi merugikan. Terlebih, pada beberapa waktu, kami bisa saja meyakini bahwa kami yang bermasalah inilah yang menjadikan beberapa manusia lainnya menjadi berada pada situasi yang sulit dan tidak menyenangkan.
Setidaknya, kami mengetahui satu hal penting mengenai diri kami sendiri. Kami telah cukup menyiksa diri kami dengan memilih kata tanya berupa 'mengapa'. Mungkin, pada waktu yang kami tetapkan, kami akan benar percaya pada pulih atas guliran jawab kata tanya 'bagaimana'.
Sial, faktanya: adalah bahwa kami sejak awal tidak memaksudkan menulis mengenai ini, faktanya: kami ingin merengkuh, faktanya: kami tidak dapat menghilangkan satu dari kepala, faktanya: kami salah langkah, faktanya: kami ingin kembali, faktanya: kami kesepian.
Komentar
Posting Komentar